headerversi2

Friday, February 29, 2008

mending jualan IT ato beras??

Yang saya senang dari dunia bisnis adalah saya “harus (mungkin lebih enak mau ga mau)” selalu kenalan dengan orang baru! Kita musti terus mencari jejaring dan lebih daripada itu adalah memperbanyak silaturahmi. Kemaren dapet ngobrol menarik di ym sama seorang pengusaha yang pernah nguplek-nguplek dunia IT, tapi sekarang malah fokus di fashion. Rupanya memang bertambah banyak “barisan sakit hati” terhadap dunia bisnis IT. Setelah kemaren-kemaren dapet info dari temen kalo pemilik salah satu bisnis IT lumayan terkenal di Bandung memutuskan jualan BERAS, saya pikir fenomena ini sangat menarik..:). Kenapa bisa gitu ya?

ini obrolan saya sama tukang bisnis fashion tersebut,

saya: "salam kenal mas"

rosihan: "salam Pak .. apakabar ?"

saya: alhamdulillah, saya dapet ym bapak dari web

saya: sepertinya kita sama kuliahnya mas J

rosihan: oh iya ...angkatan ?

saya: angkatan 97, tapi bisnisnya bukan sesuai jurusan hehe

rosihan :D ..siip

rosihan: sama dong ..malu klo bisnis di dunia itu, IPnya 2 koma alhamdulillah

saya: hehehe…:D

rosihan: sekarang bisnis apa Pak ?

saya: di multimedia, www.lokilaki.com

saya: eh saya panggil apa ya enaknya, mas rosihan?

rosihan: bentar ..saya lgi browse ..boleh panggil apa aja

rosihan: keren disainnya

rosihan: mas ... sudah lama di bisnis ini ?

saya: baru 2 tahunan mas

rosihan: sudah banyak kliennya yaa

saya: alhamdulillah mas,bisa jalan :)

saya: kalo mas rosi sekarang bisnis apa aja?

rosihan: saya lagi fokus di fashion

rosihan: saya di IT sudah 10 taun, www.neslink.com

rosihan: sekarang sedang saya tinggalkan

rosihan: sekarang lagi fokus ngembangin www.saqina.com

rosihan: ngembangin jaringan toko ritel busana muslim

saya: baju dan apparel muslim ya mas?

rosihan: iya

saya: kalo saya sekarang masih proyek mas,tapi mulai dikit2 r&d bikin produk sendiri

saya: btw kok bisa ke baju muslim awalnya gimana? IT dah ga menarik ya? hehe

rosihan: IT capek mas ...,pemahaman soal bisnis-ku sudah berubah ...

rosihan: saya sempat kerja 5 tahun, di Astra 3 taun, di Detikcom 2 taun, tahun 2002 bikin konsultan IT sendiri ..modal gaji terakhir, kemudian sejak itu ssampai 2006 hidupku dari proyek ke proyek mas. Dari 1 karyawan sampai 15 karyawan ...,sekarang sudah tinggal 2 karyawan aja ... nov 2007 kemarin saya lepaskan karyawan IT saya ...

rosihan :D ...

saya: wah menarik nih mas, rata2 orang yang mroyek IT pasti gini…hehe

rosihan: iya mas ...segera keluar dari dunia proyek

saya: saya juga ngerasa gitu, bisnis proyek ke proyek ga bagus

rosihan: ada bagusnya fokus di produk & brand

saya: iya betul mas

rosihan: klo di multimedia, medingan jualan konten yang dikemas dengan multimedia yang bagus ..lalu dijual sebagai produk dengan brand

rosihan: nanti lama-2 brandnya makin kuat. Klo brandnya sudah kuat, orang akan beli apa aja yang diproduksi brand itu

saya: iya, rencananya seperti itu mas

saya: makanya sebelum kehilangan momentum kita mulai r&d produk

rosihan: iya siip ...satu langkah awal yang tepat

rosihan: saya aja sekarang agak menyesal, kehilangan waktu 5 tahun mas

rosihan: itu ongkos belajar yang mahal ...

triyadi_yuwono: maksudnya gimana?

rosihan: ya ..saya dulu belum tahu, kalau dunia jasa IT pembatasnya banyak ...saya hanya tergiur uang besar jangka pendek dari proyek-proyek

rosihan: untuk penghasilan ok, tapi masa depan tidak ada ...

rosihan: satu hal paling penting di IT, khususnya software development adalah, ilmu yang kita pelajari 5 tahun lalu tidak bisa kita pakai lagi sekarang, otomatis sdm-nya begitu juga

saya: wah betul mas, emang mending gerak di konten nya ya, bukan di teknologinya

rosihan: iya ...

rosihan: sekarang saya lagi terus mencari bisnis yang fundamental ...bisnis yang bisa kita lipatgandakan tak terbatas ...

saya: wah asik nih mas, saya mbok dikasi ilmunya

rosihan: ya kapan-2 ngobrol aja mas

rosihan: faktor pembatasnya kecil... bisa terjadi ledakan omset

saya: hmmm bener juga ya

yah…walopun bukan hal baru tapi sebuah obrolan yang singkat tapi mencerahkan. Dunia bisnis proyek ke proyek memang bisa menghidupi tapi sampe gimanapun tidak akan bisa membesarkan. Proyek bisa menghidupi, tapi produk lah yang akan membesarkan. Mungkin…hehe. Ato mungkin saya suatu saat akan kembali jualan batagor? seperti dulu?? ah ga tau deh apa yang akan terjadi nanti...

Thursday, February 21, 2008

baca..baca...

Saat kuliah adalah masa emas untuk membaca, walaupun payahnya yang saya baca bukanlah buku-buku literatur yang berkaitan dengan kuliah teknik, melainkan buku-buku sosial. Kalo dipersentasikan mungkin 75% buku mblukuthuk dan 25% baru buku teknik (hehe..mungkin ini yang bikin teknologi Indonesia ga maju-maju ya:P). Bahkan yang lebih menyedihkan lagi saya justru sering membaca novel saat kuliah berlangsung.


Tapi ada saat dimana menjelang wisuda, saat sudah mulai merintis bisnis, saya menjadi ogah-ogahan membaca, cenderung takut. Bukan apa-apa, setiap kali selesai membaca saya merasa buku-buku tersebut hanya sebuah pengulangan dan bermuara pada just do it (kebetulan waktu-waktu ini saya banyak baca buku tentang kapitalis). Takutnya adalah ternyata ketika saya kebanyakan membaca, energi untuk beraktivitas malah berkurang. Tidak banyak inisiatif di dunia nyata, saya terlalu berkutat dengan ide dan ide. Bahkan salah satu mentor saya pernah menyarankan lebih baik jangan kebanyakan membaca buku apalagi koran. Banyak informasi sampah dan seringkali justru kontraproduktif dengan bisnis. Baru setelah beberapa lama saya bisa memahami permasalahan bukan terletak pada membaca buku, tapi lebih karena saya belum bisa membagi energi dengan baik.


Sekarang saya justru sedang gila membaca! Dalam buku Pursuit of Happines, ibu Chris Gardner bilang bahwa tempat paling berbahaya dunia adalah perpustakaan. Kalo saya bilang, untuk saat ini tempat berbahaya adalah toko buku, karena tiap kali kesana saya harus merogoh kocek untuk membeli buku-buku yang menggiurkan :D. Dan ini sungguh berbahaya bagi ke
baikan cashflow...hehe


Ada dua buku yang menginspirasi saya, yang pertama adalah Rahasia Meede karangan E.S. ITO. Sebuah novel fiksi sejarah yang memanja otak untuk menari-nari dengan konspirasi. Banyak sudah review atas buku ini. Coba aja googling deh. Setelah Negeri Kelima buku pertamanya yang biasa saja, novel kedua ini saya anggap lebih keren. Buku kedua yang inspiratif adalah Imperium III karangan Eko Laksono. Rating penuh untuk buku yang dibuat selama sepuluh tahun ini dan cukup dibaca dua minggu. Buku ini membuat saya ingin mencintai kembali negeri Indonesia. Sebuah sejarah yang diceritakan dengan singkat padat, dan renyah. Saya seperti sedang duduk di depan embah saya, melihat gelembung air di sudut bibirnya dan melongo mendengarkan cerita tentang peradaban dunia, mulai dari Yunani-Romawi, lanjut ke Islam, ke Eropa, lalu diterbangkan ke Jepang,lalu ke Amerika dengan tokoh-tokoh pendobraknya, 1000 tahun sejarah Kemajuan dan Keunggulan Bangsa-bangsa. Kalo ingin melihat blog pengarangnya yang keren juga silahkan diliat disini. Ada benang merah kedua buku itu, yaitu sebuh ajakan untuk lebih mencintai ilmu dan pentingnya membangun sebuah karakter. Buku wajib baca!


Ada buku bagus lagi, sebuah diari dari Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari. Saya ketemu editornya di kantor temen saya. Disana ngobrol cukup lama, lalu direkomendasikan buku tersebut dan yang lebih penting dipinjami hehe...Buku yang hampir pasti bikin WHO dan korporasi kesehatan Amerika Serikat kebakaran jenggot. Sebuah perjuangan melawan dominasi kekuasaan Global untuk keadilan dan martabat bangsa. Dari buku itu kita dapat melihat bahwa beliau sangat terinspirasi oleh ide-ide Bung Karno, tentang martabat dan kedaulatan bangsa.


NB: Sosialis, Kapitalis? Indonesia yang mana? Mana yang lebih menyenangkan dalam lingkup hidup Anda?

Friday, February 08, 2008

mbak cantik terkenal dan melelehnya kekaguman...(semoga sementara)

Tidak mungkin lelaki tidak menoleh kalo ketemu sama mbak satu ini, bahkan di layar kaca sekalipun, sihir innocent face nya jarang mampu dilewatkan. Cantik suangat, cerdas, dan artis terkenal, berkelas pula, kurang apa coba.

Temen saya pernah dengan bangga bilang, “tau engga, pacarku kalo diliat dari sebelah kanan kaya dia loh?

Saya langsung jawab, “o gitu ya, lha kalo dari atas kaya siapa…??”. Hehe…


Walah.

Tapi sungguh tensi kekaguman saya menjadi berubah ketika dalam salah satu liputan, mbak satu ini mengeluarkan komentar terkait dengan keberadaan LSF (Lembaga Sensor Film) yang menurutnya sangat tidak efektif. Kalo pun seluruh dunia begitu memujanya, saat itu saya justru hampir saja menangkap bayangan mbak cantik ini lengkap dengan sangkur, taring dan sulur-sulur yang menyeramkan.


“Keberadaan LSF sebaiknya dipertimbangkan lagi. Coba aja kita lihat begitu banyak film barat yang lebih vulgar, juga banyak video porno di glodok. Ini membuktikan kalo LSF tidak berperan efektif!”, katanya sangat menggebu dan tentu saja percaya diri tinggi.


Ah God! mbak yang katanya asisten dosen ini, ternyata (maaf) agak-agak plis deh…Apakah pelajaran filsafat yang mblukuthuk itu telah membuatnya menjadi terlalu pintar, sehingga keluar logika seperti itu?


Pertama. Apakah masuknya barang slundupan porno itu tanggung jawab LSF? Apa logika seperti ini yang diajarin di sana?

Kedua. Terkait dengan gencarnya tuntutan untuk di(batasi/bubar) kannya LSF, dengan alasan memberangus kreativitas? Kreativitas seperti apakah yang ingin dibebaskan? Buruan Cium gue?? Quickie Express?? Kawin Kontrak? Dst dst. Kurang bebas seperti apa lagi?


Saya sebenernya agak ngeri membayangkan dunia film Indonesia yang tanpa sensor. “Emang lo ga suka barang-barang seputar perut, paha dan dada? Munaf ah, Sok suci loh!”.


Waduh, sungguh sebagai lelaki yang sehat mental dan seksual, kalo ditanya senang ga senang jawaban saya adalah jelas senang! 100%! Tapi ternyata masalahnya adalah bukan di masalah senang atau ga senang! Kita lupakan dulu agama kita dan segala ayat-ayatnya, mari kita lihat sejarah. Dalam buku Imperium III, Eko Laksono bercerita tentang sebuah masa kegelapan di Eropa sebelum datangnya Aufklarung, dimana paha, dada dan seluruh paket komplit kemaksiatan adalah rajanya. Ya, inilah abad kegelapan ketika tak ada pengetahuan yang bersinar, ketika peradaban menjadi tidak berbeda dengan kehidupan hewan yang kebutuhannya hanya makan sekenyang-kenyangnya dan berhubungan seksual sebebas-bebasnya. Abad ketika otak yang ada di kepala hanya berisi syahwat dan syahwat. Boro-boro mikirin yang laen! Apakah jaman seperti ini yang ingin kita perjuangkan?


Sungguh saya ngeri membayangkan kalo pembawa risalah kebebasan itu berhasil dengan misinya. Sekali lagi masalahnya adalah bukan di senang atau ga senang dengan hal-hal bebas semacam itu! Senang dan ga senang adalah masalah keinginan, ego kita, sedangkan dunia ini bergerak bukan sekedar berdasar ego kita sendiri. Tapi ada sebuah norma, ada tatanan sosial yang bahkan secara logika pun tetap harus kita jaga. Sebuah norma yang ukurannya adalah boleh dan tidak boleh, kalo kita melanggar ya efeknya tata nilai di masyarakat akan rusak, dan rusaklah kehidupan sosial manusia. Belum lagi tanggung jawab sama Gusti Allah?? Ah lupakan saja, bikin ga bebas!


Kemaksiatan yang terus-menerus dikumandangkan lama kelamaan akan menjadi kebiasaan dan pelakunya bahkan bisa menjadi pahlawan. Coba imajinasi dan kreatifitas kita bebaskan, apakah kita rela seandainya IBU KITA terlihat pahanya di mana-mana? Dadanya terbuka bagi siapa saja? TELANJANG? Ato saudara kita diperkosa oleh seseorang yang sangat terangsang oleh film yang kita bikin? Duh Gusti!! Bukankah ada sebuah cermin yang sebaiknya selalu kita lihat ketika kita ingin berinteraksi dengan orang lain?

Kecuali, sebenarnya cermin siapa yang sedang dipakai?

Saya jadi teringat khotbah jumatan tadi dari khotib yang mengutip hadits Riwayat Al Hakim dan Abu Naim

Hiduplah kamu sebagaimana yang engkau kehendaki,
tetapi ingat kamu akan mati.

Cintailah siapapun yang engkau kehendaki,
tetapi ingat bahwa engkau akan berpisah dengannya.

Buatlah apa saja yang engkau kehendaki,
tetapi awas kamu akan di balas atas apa yang dilakukan itu!

Nb: semoga mbak cantik, anda, saya dan kita semua senantiasa dapet pertolongan dan hidayahNya

Tuesday, February 05, 2008

seribu tanya untuk cinta (bag II)

“Tapi aku tidak merasakannya! Aku tidak merasa kamu mencintai aku!… Sepenuhnya...Aku ngerasa cintaku tak pernah kamu balas dengan seimbang!”, terdengar suara si wanita meninggi lagi.

sambungan...dari posting ini

“Kalo memang ada cinta, mengapa itu tak pernah kurasakan?? Cinta ini tak seperti yang kau ucapkan , suara itu pelan kembali, seredup matanya yang berkaca-kaca.

Langkah kaki mendekat, ada pelayan yang datang memberikan kopi yang dipesan. Tampak sedikit serba salah sambil berkata, “eee…maaf mas, silahkan…kopinya..” Tak sepatah kata terdengar, hanya sebuah anggukan kecil. Pelayan itu sempat melirik si wanita yang wajahnya tampak kuyu dan setelah meletakkan cangkir kopi di meja, pelayan tersebut segera pergi.

Apakah cerita ini harus berakhir…? Sebuah kalimat yang diucapkan datar, hampir tanpa ekspresi tapi menjadi seperti akumulasi emosi, begitu kuat, penuh, sebuah keputusasaan.

“Nit, kita sudah jauh berjalan…sudah ter…”

“Tapi kau terlalu jauh untuk kuraih!” perempuan itu cepat memotong sebelum si lelaki menyelesaikan kalimatnya. Kini matanya tajam lurus ke mata si lelaki.

“Dulu, dan mungkin hingga kini, aku selalu memimpikan sebuah rumah tangga yang bahagia. Sebuah rumahtangga yang penuh cinta di dalamnya. Aku selalu takut bertemu dengan kenyataan bahwa rumahtanggaku nanti ada karena terpaksa, walau sekecil apapun. Aku takut pada sebuah penyesalan ketika tak semua cinta diberikan. Karena itulah…aku ingin mendapatkan cintamu Don. Sepenuhnya, tapi…!”, wanita itu menundukkan kepalanya dengan kedua tangan menutup mukanya.

“Bukankah kamu sendiri yang pernah bilang bahwa komitmen ada di atas cinta? Lelaki itu mencoba membuat sebuah penawaran.

“Dulu mungkin aku percaya,” tangannya tampak masih menutupi muka, dengan sesenggukan dia meneruskan ucapannya, “ tapi sekarang tidak!”

Lelaki itu semakin bingung tidak tahu harus bagaimana. Setiap celah telah coba dia gali, tapi tampaknya selalu bertemu jalan buntu. Lelaki itu mulai berpikir apakah memang tak ada yang bisa diselamatkan dari hubungan ini. Apakah benar harus berakhir dengan akhir yang bahkan dia tidak mengerti alur alasannya. Lelaki itu menerawang, coba melihat kembali sebuah masa saat dia pertama kali bertemu dengan wanita itu.