headerversi2

Tuesday, December 25, 2007

seribu tanya untuk cinta (bag 1)

“Aku belum percaya!”, terdengar suara wanita yang cukup membuat beberapa orang segera melirik salah satu meja yang terletak di sudut café itu.

“Sssssh…”, dahi lelaki di depannya mengerenyit sembari meletakkan telunjuk ke bibirnya, kepalanya menoleh ke kanan kiri.

“Aku ga peduli! Aku hanya belum bisa percaya tentang perasaanmu kepadaku!”, suara si wanita semakin meninggi.

“Duh, harus berapa kali kubilang sih..iya aku mencintaimu, harus gimana lagi?”, kata si lelaki mencoba merendahkan suaranya, semakin resah sesekali melirik ke kanan kiri ke arah pengunjung café yang mulai berbisik-bisik.

“Engga! Aku ga melihat itu, hingga saat ini kamu belum benar-benar mencintai aku!”, si wanita justru terdengar semakin kalap.

“Sssshh…please jangan keras-keras, ato kita ngobrol di tempat lain aja yuk”, kata si lelaki mencoba sedapat mungkin menguasai suasana.

“ Biar! Disini aja! Sekalian biar semua orang tau! Kenapa kamu ga bisa mencintai aku seperti aku mencintai kamu? Bukankah semua sudah kuberikan? Aku berikan waktuku untukmu, aku berikan tubuh dan jiwaku untukmu! Tapi mengapaaaa… ”, tubuh wanita itu terlihat berguncang mencoba sekuat tenaga menahan emosi yang meluap-luap, sedetik kemudian tumpahlah air matanya. Kedua tangannya mengatup di muka.

Lelaki itu semakin bingung, terus melirik ke kanan kiri dan hampir tak bisa berkata apa-apa, “eeee…h..Nit..please…”

“Mengapa kamu tak pernah bisa utuh mencintaiku? Mengapa…justru harus adikmu.. yang peduli denganku? Mengapa…justru harus adikmu… yang… selalu datang saat aku sedih, saat aku butuh seseorang? Sedangkan kamu…yang sangat aku...Mengapa kau tak pernah benar-benar mencintaiku?”, Suara si wanita terbata-bata melawan getir yang sekian lama seperti dipendamnya.

“Nit, sungguh aku mencintaimu...hanya mungkin…ah”, sejenak suaranya tercekat, kepalanya menunduk.

“Tidak…Kamu tak pernah benar-benar mencintaiku, Don…Hatimu tak pernah benar-benar untukku..Aku merasa, 3 tahun ini... aku merasa aku tak pernah berarti di hatimu…”, bibirnya bergetar masih berusaha keras menahan emosinya.

“Tidak Nit, sungguh aku sangat mencintaimu, aku butuh kamu, hanya…”, si lelaki terdiam tidak melanjutkan.

“Kamu mencintai seseorang…hhhh…seperti dugaanku, ada orang lain di hatimu…”,suaranya terdengar lamat berhenti di bibir tipisnya.

“Bukan nit…,sungguh, berapa kali aku harus mengulangi nya. Aku hanya mencintaimu…”,

“Tapi aku tidak merasakannya! Aku tidak merasa kamu mencintai aku!… Sepenuhnya...Aku ngerasa cintaku tak pernah kamu balas dengan seimbang!”, terdengar suara si wanita mulai meninggi lagi.

to be continued...

judul keinspirasi cerpen seno gumira ajidarma, judulnya lupa

Tuesday, December 18, 2007

A Community Needs Champion!

Kemaren saya ketemu dengan seseorang yang punya majalah. Ada hal yang menarik bisa saya tangkap dalam obrolan sekitar 1,5 jam itu, lumayan dapet beberapa pencerahan . Beliau bercerita bahwa saat launching majalahnya tersebut, beliau sudah yakin siapa yang akan jadi pembelinya dan itu adalah komunitas teman-teman satu angkatannya (yang memang terkenal loyal). Beliau yakin tidak harus promo yang berlebihan, menghabiskan anggaran banyak untuk mendapatkan komunitas. Terlalu riskan untuk start up.


Memang dalam bisnis saya sekarang ini, komunitas adalah hal yang bisa dikatakan sangat krusial, setengah mutlak. Ketika saya bikin produk, saya harus yakin bahwa produk itu akan laku dijual dalam sebuah komunitas tertentu. Di tengah beragamnya produk yang berhamburan saat ini, saya tidak bisa lagi berandai-andai tentang sebuah pasar yang sangat luas. Ketika saya bikin produk dengan modal yang terbatas, saya harus “yakin” produk yang saya launching tersebut bisa diterima dalam sebuah kumpulan orang tertentu. Kata orang marketing, niche. Kalo strategi untuk itu, yang lagi ngetrend saat ini adalah samudera biru (padahal sama aja dengan diferensiasi ya :P). Komunitas adalah kata kuncinya.

A community needs a champion—an identifiable hero and inspiration—from within the company to carry the flag for the community.

Kalimat di atas saya kutip dari blog keren ini. Komunitas memang butuh seorang pemenang, seorang tokoh yang dikagumi dan bisa membangkitkan inspirasi. Karena seorang pemenang selalu menarik untuk didengar ceritanya, dibahas dan diceritakan kembali untuk sebuah inspirasi. Seorang tokoh, adalah magnet bagi sekumpulan manusia untuk bergabung dalam satu ruang. Mereka ini adalah role model, panutan dan bisa jadi sebuah ikon di alam bawah sadar manusia lainnya.

Dunia maya sekarang ini terbukti efektif sebage media membentuk komunitas dan memunculkan pahlawan-tokoh-idola alternative tersebut. Satu hal yang menarik lainnya adalah, dunia maya saat ini sangat memungkinkan seorang “tokoh baru” bisa dekat dengan dengan komunitasnya ( yang tidak sekedar SMS selebriti hehe). Satu hal paling nyata adalah perkembangan dunia blog.

Dunia blog memunculkan kluster-kluster komunitas yang masing-masing punya tokohnya sendiri. Setelah pesta blogger kemaren banyak digaungkan tentang SUARA BARU INDONESIA, maka yang kemudian diharapkan membawa bendera nya adalah deretan tokoh-pahlawan-idola alternatif tersebut. Yang lebih familiar kemudian, mereka disebut seleblog (ato blog seleb?). Ah definisi definisi..peduli amat…

Di komunitas blog, pahlawan-pahlawan yang muncul, kebanyakan orang yang sudah berumur (kalo ga tersinggung dibilang matang cenderung tua) yang biasanya memang tidak menarik secara fisik tapi keren dalam pemikiran. Kalo tiba-tiba ada seleb “dunia beneran” masuk ke dunia maya, biasanya memang langsung rame blognya, dia bisa segera menjadi pahlawan baru untuk komunitasnya sendiri.

Karena secara naluriah, orang ingin berada di dekat orang yang bisa “melakukan” lebih banyak hal daripada dia sendiri, dan bisa membuat orang itu ingin berbuat sesuatu hal. Katakanlah para seleb blog itu lah yang kemudian menginspirasi komunitasnya. Dia didapuk sebage seorang pemenang, pahlawan dan inspirasi bagi komunitasnya.

Tapi, konsekuensi nya tidak mudah. Seorang “hero” harus melakukan lebih banyak hal daripada yang lain, lebih banyak mikir, lebih banyak bekerja, lebih banyak tanggung jawabnya, mau jadi “pelayan” orang lain. Mereka adalah orang yang telah merelakan sebagian besar waktunya untuk orang lain dan membaca banyak hal (saya yakin). Ini yang perlu kerja keras. Bisa kita bayangkan ketika seorang seleblog juga “diharuskan!” menulis di blognya tiap hari. Awalnya adalah hobi, tapi kata harus! itu mungkin membuat kerelaan menjadi “sedikit beban”. Konsekuensi...konsekuensi…dan ga gampang Cak!

Katakanlah seorang Priyadi, Ndorokakung, Paman Tyo, Iman brotoseno, Sir Mbilung, Tikabanget, Mbak Venus, dan seterusnya dst…dan….Ah tiba-tiba bermunculan banyak sekali idola baru. Idola alternatif itu, Blog Idol. Ya…, mereka adalah pemegang bendera itu. Bendera yang mereka yakini sendiri dan mungkin saja bisa menjadi inspirasi untuk kita semua.

Betewe..Selamat untuk para champion!

NB : foto saya ambil punya temen saya ini, ga marah kan bos apep? hehe

Saturday, December 01, 2007

Memberi ato menjadi presiden RI ?


Memberi. Berarti merelakan sebagian yang (seolah) kita miliki untuk orang lain. Tak pernah mudah juga tidak terlalu susah. Kemaren saya ketemu sama calon klien, masih muda usia 36 tahun, bisnis advertising yang ga main-main karena di Bandung aja beliau udah punya 27 titik reklame gede-gede. Baru dapet penghargaan best young entrepreneur dari sebuah institusi. Beliau cerita bahwa sebenernya memberi dalam jumlah yang “pantas” saat kita masih kere justru lebih mudah daripada saat kaya. Kalo saya punya 100 ribu, zakat(ini memberi yang wajib!) nya berarti 2500. Ini sambil merem kita mungkin juga akan ngasi lebih. Na, kalo dah 10 milyar berarti zakatnya adalah…250jt! Kata orang yang udah punya duit segitu, ternyata ujiannya lebih berat. Ga mudah! Belum ujian selanjutnya adalah bingung mau ngasi ke amil zakat mana ya, bisa dipercaya ga ya, lebih efektif yang mana ya..dan pertimbangan seterusnya yang lebih beragam. Guru saya pernah bilang, nilai memberi bukanlah di jumlah, tapi pengorbanan yang kita lakukan.

Coba belajar dari Google Adsense. Program2 iklan di google adalah konsep memberi banyak, dapet lebih banyak. Google dan beberapa program iklan lain di internet “seperti membagi-bagi uang” yang mereka peroleh untuk orang-orang. Google tidak memakan sendiri keuntungannya tapi membagikannya pada semua orang di seluruh dunia. Google membuat sebuah program iklan yang berbeda, sebuah inovasi. Terlepas konsep marketing apapun, saya memandang positif bahwa ini sejalan dengan kata guru saya tentang konsep siapa memberi banyak, dapet lebih banyak.

Saya nemu dua situs unik yang memanfaatkan perkembangan web 2.0 ini untuk konsep “memberi”. Yang pertama adalah situs Kiva.org. Apa yang dilakukannya nya adalah “Kiva lets you lend to a specific entrepreneur in the developing world-empowering them to lift themselves out of poverty”. Sebuah lembaga microfinance yang benar benar memanfaatkan teknologi web 2.0 untuk menunjang kegiatannya. Disini orang bisa mendonasikan/meminjamkan uangnya untuk sebuah bisnis (micro business) mulai dari $25 melalui Paypal, kemudian bisa memonitor jurnal dan perkembangan bisnis tersebut. Dalam jangka waktu tertentu, uang tersebut akan dikembalikan. Wow mantap! Untuk Indonesia, program-program seperti ini akan segera berkembang seiring rencana IGADD (Investor Group Agains Digital Divide)-Habibie Center untuk mengatasi kesenjangan digital di Indonesia. Nanti petani2 dan peternak kampung yang masih muda2 akan punya kebiasaan baru ngutak atik internet, minjem modal ato jualan lewat media ajaib ini. Ngimpi ya..?:) Mengenai detil program bisa dilihat di situs Digital Divide ini.

Situs yang kedua adalah Globalgiving.com. Situs ini membuka kesempatan orang mendonasikan uangnya, untuk orang lain yang melakukan sesuatu bermanfaat. Jargonnya “Conecting Donors to Doers”. Web 2.0 memungkinkan para donor bisa memonitor perkembangan seluruh kegiatan yang sedang dilakukan dan langsung bisa berkomunikasi dengan social networking yang terbentuk di situs tersebut. Bola salju yang digulirkan M. Yunus akhirnya semakin membesar. Di tengah deru kapitalisme yang banyak mengeksloitasi dan “mengambil”, rupanya memang tetap akan ada orang-orang yang menginspirasi dan mengajak untuk MEMBERI.

sekedar asal usul usil nih…

Coba kita misalkan biaya kampanye capres-cawapres Indonesia, misal 400 M. Ditarik tahun sekarang, asumsi inflasi 5% pertahun maka menjadi 500 m. Biaya seperti itu untuk membangun rumah korban lapindo bisa jadi berapa rumah ya? Ato setengahnya aja, untuk rumah Sederhana tipe 48 katakanlah harga produksinya 80 juta, maka dengan uang 250m akan jadi 3000 an rumah. Kalo diumpamakan satu rumah isinya 4 orang, maka dia sudah “menjadi pahlawan” 12.000 orang.

Orang yang bisa “nyumbang” duit segitu akan ramai dibicarakan orang, dia akan segera menjadi terkenal. Mungkin kelihatannya hanya 12.000 orang, tapi jumlah segitu tanpa ada unsur publikasi media pun dalam waktu dua tahun efek getok tularnya akan terasa. Dan dengan jumlah segitu tidak mungkin media tidak meliputnya,.
belum inpoteinmen tuh..Bayangin efeknya..!

Dan sepertinya saya kok yakin ya, jika ada seorang saja yang bersedia “berkorban” ngeluarin duit segitu, fenomena ini akan segera menjadi efek domino ato malah seperti bola salju, makin lama eskalasinya makin besar. Orang akan rela rebutan jadi pahlawan, ga mau kalah nyumbang. Yang lebih asik disimak lagi adalah betapa berterimakasihnya orang-orang kere yang ditolong sama orang-orang kaya itu. Apalagi kalo orang kaya yang nolong itu kemudian jadi presiden. Mantab!

Memberikan sebagian “milik” kita, memberi harapan, memberi kebahagiaan,.Tak pernah mudah juga tidak terlalu susah. Iya ga sih?