headerversi2

Monday, October 08, 2007

jawaban ke seseorang yang saya tidak tau siapa

Kemaren hari jumat malem tanggal 4 Oktober pukul 21.04 saya nerima sms. Sebuah nomer yang tidak ada di phone book. Begini sms nya:

“Aslmlkm. Blh tau ap sih fantasi perjaka tentang pnikahn? Btw, ttg nikah , klo hanya karena nafsu mgk rsn~a akan sama dengan sop buah. Klo kelak antm (ini antum) nikah moga bkn krn lpr mata”

Waktu jam itu saya masih di luar dan hape tidak saya bawa, baru sekitar 21.30an saya balas smsnya,

“Saya ga tau sapa saudara, tapi saya jawab di blog aja deh. Moga saudara sudah berbuka puasa, jadi ga laper .

Waduh, siapa ya ini? Ada yang protes…Saya bertanya-tanya, dia komen tentang tulisan saya di blog tapi ke hape?Gaya bahasanya juga ga familiar, tapi sepertinya dia temen saya (tapi temen saya jarang yang pake ana-antum gini), ato paling engga temennya temen saya, ato ah biarin, saya ngga ambil pusing. Saya anggap aja malekat yang lagi ngingetin saya…:P Sebuah tulisan ternyata bersifat multitafsir. Point saya di tulisan itu sebenernya bukan di titik tentang nikah, ato fantasi perjaka tentang nikah, tapi ternyata ada tafsiran yang melebar ke arah sana. Sungguh saya belum nikah, jadi pendapat ini mungkin hanya bersifat meraba-raba, sedikit membayangkan, dan (berfantasi?) Boleh jadi! hehehe.

Satu hal yang saya catet dari sms itu adalah saya diingetin bahwa pernikahan bukanlah hal yang sekedar-kedaran, sekedar menuntaskan hasrat, sekedar menuruti kebutuhan sosial ataupun seksual belaka. Saya dingetin kalo tujuan nikah lebih dari itu. Jelas saya setuju! Kalo hanya sekedar itu apa bedanya manusia dengan kebo? Tapi emang di tulisan itu mungkin saya terlalu gegabah membandingkan beli sop buah sama nikah. Mungkin ada analogi yang kurang pas, membandingkan barang dengan manusia, akan tetapi point saya di tulisan itu adalah tentang fantasi yang kadang menjadi di-lebihkan (tolong catet), daripada kenyataan yang terjadi kemudian.

Dan karena memang keinginan dan kebutuhan itu berlainan. Fantasi adalah sebuah mimpi, keinginan yang belum menjadi kenyataan. Keinginan sifatnya sangat subyektif dan inilah yang disebut nafsu. Saat cuaca panas sedemikian rupa, keinginan saya adalah minum es sebanyak-banyaknya, kalo perlu saya beli sampe yang jual-jualnya. Tapi kebutuhan kerongkongan dan perut di kenyataannya tidak seheboh itu. Paling mentok kita cuma perlu segelas dua gelas untuk menuntaskannya. Hampir di semua keinginan akan selalu bersanding dengan kebutuhan, dalam berbagai kondisi.

Sebenernya fantasi tentang pernikahan ini terjadi sama semua orang, tidak perduli lelaki ato perempuan,masing-masing memiliki fantasi sendiri-sendiri, sekali lagi sangat subyektif. Normatifnya adalah seperti dalam buku-buku provokasi nikah, semua orang pasti pengin keluarga sakinah mawaddah wa rahmah (silahkan dibaca sendiri), tapi saya pingin coba mengajukan pendekatan sebuah model. Dimulai dengan siapa yang menjadi pasangan idealnya. Fantasi-keinginan perjaka tentang sosok seorang istri ideal mungkin wajahnya seperti artis-artis jelita, shalihah perilakunya, pintar, cerdas otaknya, hatinya mulia semulia siti khadijah, menyenangkan dan menenangkan hati senantiasa dst dst…pokoknya yang bagus-bagus. Fantasi perempuan ya sebelas dua belas.

Itu adalah keinginan, sedangkan kebutuhan apalagi kenyataan kadang menjadi hal yang berbeda. Seseorang lelaki mungkin diberi istri yang cantik nya minta ampun. Dalam hal ini keinginan dan kenyataan terwujud, tapi berbicara kebutuhan bisa beda urusan. Apakah dia memang membutuhkan istri yang seperti itu? Bagaimana kalo lelaki itu malah jadi kesulitan me”maintenance”, apakah tidak malah menjadi “tekor” luar dalam. Bagaimana kalo ternyata perempuan itu sangat ramah pada siapa saja dan lelaki pasangannya itu sangat cemburuan?? Wah rame nih kayanya…hehehe.

Kalo di sms saya didoakan seandainya menikah semoga tidak karena lapar mata, maka tentu saja saya akan mengamininya. Terbayangkan sungguh, akan menjadi seorang yang gila kalo saya menikah karena hal tersebut. Ngeliat tiap hari lahir dan bermunculan wanita yang tambah lebih cantik, lebih seger, lebih banyak lagi dari era sebelumnya kemudian saya pengin nikahi semua! Wah sungguh..beneran ni, kalo nurutin capeeee deh! Padahal katanya kunci kebahagian lelaki adalah cukup seorang istri shalihah yang jika dipandang membuatmu semakin sayang dan jika kamu pergi membuatmu merasa aman. Mau cantik, mau jelek, mau judes, mau manja, mau apapun asal seorang lelaki bisa “merasakan” itu dari pasangannya beresss! Intinya itu.

Kemudian tentang menyamakan menikah dengan minum sop buah, dalam hal ini mungkin saya tetap ngeyel ada kaitannya, yaitu dalam ketiga hal tadi, keinginan, kebutuhan dan kenyataan. Tapi kemudian harus ada catatan lanjutannya. Dalam hal menikah tidak sama dengan minum es, tentu saja saya mengamini bahwa setelah menikah tidak lantas menjadi biasa-biasa saja, datar, dingin, kaku dan seperti dahaga lepas ya sudahlah.

Romantisme adalah kata yang menarik. Disini subyektifitas berperan. Subyektifitas keluarga itu sendiri. Kita akan sulit mendefinisikan bahagia dan romatisme sebuah keluarga hanya pada sebuah kasus, apalagi hanya sekedar berdasar perbedaan/persamaan sifat. Setiap individu subyektif, punya kesenangan ato ketiksenangan yang tak sama, ketika bergabung menjadi satu keluarga, dua subyektifitas bertemu akan menimbulkan dinamika dan harmonisasi yang berbeda-beda, untuk kemudian keluarga itu pun harus menjadi unsur subyektif di tengah lingkungan (walah). Intinya adalah “cara” sebuah keluarga mendefinisikan dan mempraktekkan bahagia yang beda-beda. Ada yang perlu pake bunga-bunga tiap hari biar bisa romantik dan bahagia, ada yang perlu cubit-cubitan dulu biar bisa romantik, atau ada yang cukup suaminya ngasi duit banyak istrinya sudah bisa senyam-senyum bahagia (kalo ini pasti deh hehe), ada yang perlu dinner berdua, ada yang…macem2 kali ya. Barangkali ini strategi berkeluarga, ngasih bumbu, menjaga kualitas, bagi yang belum mengalami ya membayangkan saja versinya masing-masing. Ngutip hadits dikit ya,

Sesungguhnya ketika seorang suami memperhatikan istrinya dan istrinya memperhatikan suaminya,” kata Nabi SAW. Menjelaskan,”maka Allah memperhatikan mereka berdua dengan penuh rahmat. Manakala suaminya merengkuh telapak tangannya, maka berguguranlah dosa-dosa suami istri itu dari sela-sela jari jemarinya.

Nah disnilah yang saya maksud fantasi berlebihan karena biasanya fantasi itu yang indah-indah saja, yang engga enak hanyak dibahas sekilas, dilewati, atau kalo perlu diabaikan. Karena itulah saya sebut setelah menikah sebenernya ya biasa aja, ga gitu gitu amat. Kalo pun pengin gitu-gitu ya monggo silakan berstrategi, wong subyektif kok.
Oh iya kita bandingkan dua dialog berikut ini :

Ini yang pertama
“Dik, mbok saya dibuatin kopi”, kata seorang suami yang sedang baca koran pada istrinya yang sedang nonton sinetrun.

Si istri diem aja, langsung berangkat, bikin kopi, kemudian kembali dan langsung ngasi kopi itu,

“Ini mas”, singkat padat, jelas, lugas mungkin hampir tanpa ekspresi, dingin, frigid.
Kemudian suami meneruskan baca korannya, sang istri kembali serius menekuni sinetrunnya.

Ini yang kedua
“Sayang, buatin kopi dong, haus nih ”, sambil mengerling manja pada istrinya yang sedang baca buku.

“Ah papa ini, ganggu mama aja”, kata si istri rada-rada cemberut manja dengan senyum yang masih terlihat, berlagak ga mau, tapi pergi juga bikin kopi dan kemudian menyajikan minum dengan penuh cinta.

“Makasih sayang…., mama ini emang istri spesial deh”, kata si suami kemudian.

“Papa juga...”, kata si istri yang balas mengerling manja.

Anda pilih mana? sekali lagi subyektifitas. Tidak pasti mana yang bisa membuat Anda bahagia, yang pasti jangan sampe suatu saat keluar ungkapan seperti seorang artis peragawati di salah satu inpoteinment (dulu),

“Salah sendiri ngelayanin suami kaya gedebog pisang!” katanya dengan senyum yang rada gimana gitu.
Waduh…(puasa-puasa kok ngomong inpoteinment):P


Btw…siapapun anda yang ngirim sms, makasih sudah ngingetin saya!

4 comments:

Anonymous said...

yg jelas dalam pernikahan itu, cinta saja tidak cukup hehehehe

weleh kok dibahas, tapi yg jelas bukan saya yg ngirim sms :d

Anonymous said...

menurut gw..cinta itu cukup buat menjalankan apapun..termasuk pernikahan. *teeet* tergantung bagaimana kata "cinta" itu bermakna pada seseorang. nah masalahnya, gw blom menemukan orang yg seyakin itu,sama spt saya, makanya saya blom tau rasanya nikah :D
dante

Anonymous said...

Bukan Iko juga lho yg ngirim sms itu :D....

Seperti yg mas bilang, semua itu sangat subyektif...

Iman Brotoseno said...

pernikahan adalah komitmen, seberapa sulitnya pemahaman itu.