headerversi2

Friday, October 26, 2007

kapan ya bisa lebih berguna buat orang banyak?? (refleksi buat diri sendiri)

Kemaren temen saya maen ke kantor, awalnya kita ngobrol bisnis kemudian topik melebar ke berbage hal hingga nyampe pada hal yang sebenernya telah menggelisahkan diri saya sejak lama.

Temen saya ngomong,” Di, tau ga baru akhir-akhir ini aku ngerasa jadi engineer!”

Lho kok?”,dahi saya sedikit berkerut.

Iya, bahkan hampir sejak kuliah hingga tiga tahun setelahnya inilah, baru aku ngerasa bener-bener jadi seorang engineer!

Deg. Sempat saya terkesiap. Ingatan itu…Rendezvous. Sudah berapan lama saya lulus (yang katanya seorang insinyur), menghabiskan uang milik rakyat yang disubsidikan ke saya? kemudian sudah berapa jauh saya menggunakan ilmu yang saya peroleh? Berapa karya yang sudah saya bikin dengan ilmu yang didapat? Berapa orang yang sudah mengambil manfaat dari ilmu yang hampir 6,5 tahun saya ulik (wah lamaa banget kuliahnya mas!).

Iya, baru kali ini aku ngerasa punya sebuah ide tentang sebuah produk/karya dan aku bisa secara berkelanjutan ngutak-atik, merekayasa dan mewujudkannya! Bayangkan seandainya banyak temen kita dulu (pas S1) yang ngerasain seperti yang aku rasain sekarang. Mahasiswa banyak melakukan riset, berkarya, dan menikmati apa yang mereka lakukan. Bayangkan seandainya ada dua ribu (2000) lulusan terbaik Indonesia menyumbangkan satu TA (tugas akhir) yang berkualitas! Itu adalah karya yang tidak main-main!”, temen saya semakin mengebu-gebu melanjutkan ceritanya.

Tapi yang terjadi ternyata memang berbeda dengan keinginan temen saya. Banyak temen-temen dari universitas ini yang kemudian tidak terfasilitasi, baik oleh lingkungan terdekat maupun sistem yang lebih besar. Banyak bakat yang kemudian seperti menghilang. Kalo laskar pelangi bercerita tentang kejeniusan yang tidak menemukan kesempatannya, kiranya di universitas ini dalam rentang kenyataan yang sedikit berbeda sebenernya punya kejadian yang hampir mirip. Banyak temen kami yang kemudian berpindah jalur. Sarjana Teknik Elektro yang kemudian memilih jualan beras, sarjana Teknik Geodesi yang kemudian memilih jualan batagor, Sarjana Teknik Planologi yang memilih jualan pasir, sarjana teknik mesin yang kemudian jual reksa dana, ato sarjana pertambangan yang jadi politisi….dan seterusnya. Ternyata kalo diteruskan statistiknya akan sangat mengejutkan.

Ah, di Indonesia ini mana ada insinyur ato ilmuwan kaya?! Lebih mending kuliah ekonomi, bisa jadi direktur, ato sekalian maen di politik, berarti megang anak teknik sekalian anak ekonomi ”, kata temen saya yang baru-baru ini saya tahu emang masuk ke salah satu partai politik.

“Apakah aku salah?”, tanya saya sewot.

Iya jelas! Bahwa kamu sudah menyia-nyiakan amanat rakyat yang membiayaimu untuk belajar bidang itu tapi tidak menjalankannya, kamu salah besar! Tapi untuk survive di tengah sistem yang mblukuthuk ini hukumnya tentu ya gimana lagi! La daripada kamu mati!”,temen saya menimpali.

Saya tau di universitas ini banyak sekali manusia jenius yang bahkan pinternya tuh seperti susah dicerna dengan akal sehat. Ada seorang anak Elektro (saya lupa angkatannya) yang TA (tugas akhirnya) tentang utek-utek seng biar bisa punya konduktivitas hampir sama dengan emas. Seng yang sangat murah bisa menggantikan emas untuk bahan pengganti semikonduktor pada CHIP. Untuk sebuah karya TA, ini adalah karya yang luarbiasa. Saya sempat membayangkan seandainya TA nya ini diriset lebih lanjut untuk kemudian diteruskan menjadi sebuah industri CHIP-prosesor, betapa kepercayaan diri kita sebagai bangsa akan bisa kembali terangkat. Ato penemuan anak Kimia yang bisa memisahkan zat pada cacing untuk pengobatan kangker. Cacing seperti kita tahu mengandung banyak sekali khasiat, mulai dari tipes, kosmetik dsb. Saya membayangkan jika dua ribu (2000) lulusan universitas ini mempunyai karya TA seperti itu ato minimal 10% nya saja, untuk kemudian ditindaklanjuti oleh system yang terkait (kampus, pemerintah, dan dunia industri), betapa bangsa kita ini mampu mengangkat kepalanya lebih tinggi, tidak menjadi makhluk yang inferior tak berdaya.

Yang terjadi? Banyak TA-TA berkualitas yang kemudian hanya berhenti memenuhi rak perpustakaan. Bahkan saya sendiri pun hanya seperti kebanyakan mahasiswa. TA saya asal-asalan, asal jadi, hanya memenuhi syarat kelulusan. Dan setelah kuliah pun saya mencoba berbage hal mulai dari jualan, bekerja, untuk kemudian jualan lagi, tapi “tidak di bidang yang saya pelajari di kuliah”. Padahal harusnya kami bisa lebih dari itu! Kami-kami telah melalui saringan yang ketat, kami ini putra-putri terbaik bangsa (inilah arogansi menyedihkan dari kami). Karena pertanyaannya kemudian trus apa yang bisa diperbuat kebanyakan dari kami? Kami kebanyakan berdalih.

Pernah saya mengajukan pembelaan, saya tidak pernah diberi contoh yang “bagus” dari dosen-dosen kami. Dosen adalah guru, guru adalah digugu (diturut) dan ditiru. Kami tidak cukup punya dosen panutan yang membuat karya-karya luarbiasa. Dosen-dosen yang inspiratif. Kami justru banyak mendapat "jam kosong" karena dosen sedang mroyek. Dosen asik mroyek, kami pun ikutan asik mroyek. “Kebanggaan kami” adalah dosen ber BMW. Dosen pragmatis, kami pun ikutan pragmatis. Siapa bisa disalahkan? Karena dosen memang butuh makan.

Padahal ada sebuah hitungan sederhana dari sebuah riset. Kita misalkan seandainya khusus untuk melakukan satu riset mahasiswa diberi gaji Rp 2jt (sudah seneng minta ampun buat pamer ke pacarnya), kemudian dosen yang membimbing digaji Rp 5jt. Riset awal dilakukan selama setahun, maka total biaya yang dikeluarkan hanya 84jt. Ah tidak seberapa!

Karena bandingkan dengan banyak hal ironis terjadi di negeri ini. Kemaren temen saya dapat orderan proyek untuk sistem keamanan jaringan internet sekolah sebesar Rp 35 jutaan. Ironisnya temen saya itu dapet orderan dari temennya, dan temennya itu dapet orderan dari temennya lagi. Ini ada tiga rantai tidak penting. Pada rantai terakhir ini besaran nilai proyeknya adalah 300jt. Duh Gusti!! Padahal hanya membuat system keamanan jaringan sekolah yang hanya membutuhkan cumi-cumi peringatan dan mentok mentok antivirus. Satu hari pun selesai!

Sampai kapan ya kisah-kisah ironi ini akan terjadi, Kapan ya bangsa ini akan menjadi bangsa yang punya daya saing dan menjadi bangsa kompetitif? Kapan ya birokrasi kita ga banyak utak atik mblukuthuk? Punya harga diri dan percaya diri??

Sementara kemaren saya baca di kompas sebuah artikel yang membuat terkesiap dan sedikit lemes. Cartoon Network Enterprise telah menyediakan dana investasi sangat besar untuk menyiapkan karakter-karakter kartunnya. Untuk 2000-2005 telah dianggarkan biaya 500 juta dolar US untuk membuat kartun baru dan akan berlanjut dengan dana yang sama pada 2005-2010. Bagi Shasim Direkur Eksekutifnya, Indonesia merupakan pasar yang penting!

Di penutup artikel itu,

“Sebenarnya ia tengah menunjuk kita dan bocah-bocah Indonesia sebagai pasar yang tak berdaya”.

Lalu apa kabar industri kreatif indonesia???
Temen nyeletuk, "Wis, ndonga asal slamet donya akherat ae mas, rasah neko-neko!"

5 comments:

Anonymous said...

aslm,,wah ini tulisan ngigetin hasnah ,,kesepet euy..bentar lagi kan lulus dari UI (Universitas ITB)..en skrg mo ngerjain TA..moga bukan menjadi TA yg sekedar menuh2in rak perpus FA..he2..
btw tetep idealis dalam dunia yg pragmatis n taktis ya mas:D

Manda La Mendol said...

Baner Mas Trie... kayaknya jadi anak pinter nggak dihargai di negeri ini. Coba lihat, Kalau lomba cerdas cermat hadiahnya paling banter ratusan ribu.. Lha kalo adu nyanyi bisa ratusan juta. akibatnya, banyak anak yang tergoda jadi penyanyi timbang ilmuwan. Waduh piye iki...

Leksa said...

Hehhe..
sadar jadi Engineer nya baru2 mas,..?

Hmm..tapi situ paling tidak bisa memanfaatkan uang rakyat lebih baik dengan berpikir demikian?
Lha saya :( ??

*)sesama warung kopi dilarang mendahului... :p

Salam Kenal Dari Warung Kapucino

Anonymous said...

sebuah tulisan yg menarik.welkomme!
aku masuk sbg "korban situasi" menurut tulisan mastrie di atas, penelitian saya yg menemukan fenomena baru di seantero jagad dunia material ini cuman dicantelin di webnya menristek,gw sempet tandatangan patent tapi ga ada industri hulu di indo ini, jadilah riset hanya sbg kegiatan "membatalkan kewajiban" para dosen2 kita. trus malah tersungkur di sirkuit sentul,jadi kuli sirkuit, dipetentengin tinton(masih mending mas trie, kejadian 5 taun y.l. itu membuat gw kasi warna dunia balap gokart INDONESIA dan balap2 lain yg akhirnya ikut pake alat yg impor(!)dr belanda), hehehehe...yo wis, mari kita mendirikan ikatan alumni engineer pindah jalur indonesia...LOL
dante.

billy hamzah fadli said...

asik..enak.. artikel yang bagus..
aku seneng pendapat2 nya.. tapi emang sangat disayangkan hal2 ini emang agak jauh dari harapan yang diinginkan..

nice..